PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu  dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya  kekuasaan Sukarno.
Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu  mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu  tangan saja yaitu presiden.
Tugas Demokrasi terpimpin :
Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang  tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi  lebih mantap/stabil.
Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi  Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :
*      Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya  terbatas sebagai kepala negara.
*      Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu  demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi  sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).
Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
*      Kebebasan partai dibatasi
*      Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara  sekaligus kepala pemerintahan.
*      Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD  1945.
*      Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan  Front Nasional.
Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945  adalah sebagai berikut.
1.     Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan  tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS  tunduk  kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh  MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk  mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta  pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh  partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan  sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2.     Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun  1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan  UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara  harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh  rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat  :
Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik  Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan  daerah, dan 200 orang wakil golongan.
Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara  (GBHN).
3.     Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena  DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden  selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden  membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua  anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh  presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan  pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945  sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.
*      Melaksanakan manifesto politik
*      Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
*      Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
4.     Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan  Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri.  Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil  partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan.  Tugas DPAS  adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan  mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden  sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang  mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari  kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi  Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol)  ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti  Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia,  Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia).  Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5.     Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959.  Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan  cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945.  Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi  kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh  Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut.
*      Menyelesaikan Revolusi Nasional
*      Melaksanakan Pembangunan
*      Mengembalikan Irian Barat
6.     Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil  presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja  mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah  sebagai berikut.
*      Mencukupi kebutuhan sandang pangan
*      Menciptakan keamanan negara
*      Mengembalikan Irian Barat.
7.     Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi  parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa  dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia.  Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk  menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan  menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya  untuk menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam  masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan  Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai  disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan  upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom  sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan  dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI  dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela  NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang  dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan  Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih  kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan  presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap  TNI.
8.     Adanya ajaran RESOPIM
Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan  Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno.  Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik  Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan  bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan  dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar  Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga  tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini  terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga  tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu  presiden.
9.           Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia  (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI  Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian.  Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang  kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu  golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.
10.      Pentaan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik  secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan  partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang  tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan  dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai.
Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah  terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan  tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa  demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).  Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari  kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta.  Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
11.       Arah Politik Luar Negeri
a.     Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi  cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia  memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara  kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik  Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging  Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)
Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara  progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis  umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.
Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara  kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom  Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum  internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara  komunis.
b.     Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini  disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara  federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris  yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando  Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
*      Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
*      Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari  Nekolim Inggris.
Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan  Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam  negeri Malaysia.
c.     Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa  Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di  seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan  spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan  yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan  biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya  diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang  membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan  bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab  Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d.    Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara  Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat  maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan  kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang  Dingin.
Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik  Indonesia di dunia sudah cukup maju.
GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan  kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari  UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak  dengan:
a.     Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III  serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh  partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan  sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
b.     Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita”  pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik  Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang  bersidang tanggal 23-25 September 1959.
c.     Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme  Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian  Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
d.    Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang  berarti sebagai presiden seumur hidup.
e.     Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri”  sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.
f.       Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara  angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.
g.     Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata  dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar